Tipe Dokumen | : | Artikel Hukum |
Penulis | : | Muhammad Fatahillah Akbar (Dosen pada Departemen Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) |
Tempat Publikasi | : | Indonesia |
Tahun Publikasi | : | 2024 |
Sumber | : | Kompas |
Subjek | : | Pidana Pemilu dan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum |
Bahasa | : | Indonesia |
Bidang | : | Hukum Pidana |
Media | : | Kompas |
Deskripsi | : | Pembahasan artikel ini terkait dengan diskursus tentang apakah Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengadili proses pemilu atau hanya menguji tentang hasil yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terdapat kelemahan pada UU Pemilu hal ini dapat dilihat dari pengaturan pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan massif (TSM) yang dikaitkan dengan politik uang, dalam hal ini pasal yang disorot adalah Pasal 280 ayat 1 huruf j, Pasal 286 ayat 2, 3 dan 4, Pasal 523 ayat 1, 2 dan 3. Oleh karena itu MK harus melakukan penemuan hukum dapat melihat tidak hanya biaya pemilu yang dikeluarkan oleh negara tetapi juga nilai-nilai demokrasi yang harus dijaga oleh MK, argumentasi bahwa pidana pemilu dan pelanggaran administrasi harusnya hanya diselesaikan melalui Bawaslu, tidak relevan dengan melihat banyaknya celah di UU Pemilu. Selain itu dalam konteks pemilu asas actori incumbit probation tidak relevan karena pemohon yang merupakan peserta pemilu tidak memiliki upaya hukum dalam memperoleh alat bukti sebagaimana negara dalam proses pidana. |