Tipe Dokumen | : | Artikel Hukum |
Penulis | : | Zainal Arifin Mochtar (Dosen pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) |
Tempat Publikasi | : | Indonesia |
Tahun Publikasi | : | 2018 |
Sumber | : | Harian Kompas |
Subjek | : | Korupsi Membayangi Pilkada |
Bahasa | : | Indonesia |
Bidang | : | Hukum Pidana |
Media | : | Koran Kompas |
Deskripsi | : | Pembahasan artikel ini terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah selalu menyimpan cerita permainan uang yang mengiringinya. Mulai dari gejala beli perahu untuk pencalonan menyawer uang untuk membeli dukungan, kampanye dengan menyebar uang, hingga serangan fajar di hari pemilihan maupun permainan di tingkat tabulasi hasil adalah riwayat yang senantiasa hadir di setiap pilkada, hal-hal ini dilakukan dengan harapan pemenang pilkada setelah dilantik dan mengelola APBD dana tersebut akan cepat kembali, bahkan seiring dengan model pilkada serentak terkadang membuat kandidat kepala daerah makin berani di saat ada jeda waktu antara pengumuman pemenang hingga pelantikan karena berpikir seakan-akan belum dilantik mereka belum menjadi pejabat daerah dan masuk dalam rekam radar penegak hukum antikorupsi. Padahal pada hakikatnya dalam hukum pidana berlaku prinsip dolus anteceden (kesengajaan yang ditempatkan sebelum salah satu delik terpenuhi tetapi pasti akan terpenuhi) dari prinsip tersebut begitu dilantik, delik tersebut terpenuhi. Namun terdapat impitan aturan pilkada terkait UU Pilkada yang tidak membolehkan adanya pergantian kandidat oleh partai pengusung pada tahapan setelah ditetapkannya calon tetap walaupun ditersangkakan melakukan tindak pidana. Oleh karena itu diperlukan ide Perppu untuk memecahkan permasalahan ini agar menyelamatkan negeri ini dari perilaku korupsi yang terus membayangi pilkada. Dibandingkan melarang penegakan hukum secara cepat mending mencari cara melalui aturan untuk menyelamatkan pilkada dan demokrasi dari praktik korupsi. |